SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan oleh PT Semeru Cemerlang [penggugat) melawan Heng Hok Soei (Asei/tergugat) mengenai pembatalan jual beli lahan di Desa Segoro Tambak seluas 150 hektar senilai Rp 2,4 miliar (SHGB No.4) , kini memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi ahli perdata, DR Ghansam Anand SH yang digelar di ruang Kartika 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (19/11/2020).
Dalam keterangannya, DR Ghansam menyatakan, bahw notaris punya kewenangan membuat akta, akta pendirian perseoraan terbatas (PT), akta jaminan fidusia dan lainnya. Ini sesuai pasal 15 ayat 1,2 dan 3.
"Notaris punya kewenangan membuat akta PPJB (Perjanjian Perikatan Jual-Beli). Para pihak membuat perikatan jual beli di notaris untuk rumah susun dan perumahan.
"PPJB dibuatkan oleh notaros dan merupakan akta otentik sempurna,. PPJB adalah perjanjian hak peralihan kepemilikan. Ini untik melindungi kepentingan para pihak," ucapnya.
Menurut DR Ghansam SH, akta PPJB tidak bisa digabungkan dengan akta pinjam meminjam dan berdiri sendiri.
Ketika Hakim Ketua, Jan Manoppo SH Mhum bertanya pada saksi ahli mengenai akta PPJB dan pinjam meminjam apakah bisa dijadikan satu ?
"Tidak bisa digabungkan Yang Mulia. Akta utang-piutang tidak bisa digabungkan dengan akta jual beli. Kecuali, PPJB itu dibuat karena terpaksa dan penyalagunaan keadaan. Kalau dilandasi kekebebasan berkontrak itu sah," ujarnya saksi ahli.
Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli dirasakan cukup, Hakim Ketua Jan Manoppo SH MHum mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Selasa (1/12/2020) mendatang dengan agenda tambahan bukti dari penggugat maupun tergugat. Dan, selanjutkan pada Selasa (8/12/2020) mendatang akan dilakukan sidang kesimpulan.
"Baiklah, sidang akan dilanjutkan 2 minggu lagi dengan agenda penyerahan bukti tambahan dari penggugat dan tergugat. Sidang ini sudah terlalu lama dan hampir 1 tahun," kata Hakim Ketua Martin Ginting SH MHum, seraya mengetukkan palunya sebagai pertanda sidang selesai dan ditutup.
Sehabis sidang, PH penggugat , Liliek Djaliyah SH mengatakan, pihaknya melakukan gugatan ini untuk membatalkan ikatan jual-beli, karena menyangkut utang-piutang.
"Yang bayar PBB kita, tanah masih kita kuasai sampai sekarang. Ini mengindikasikan miliknya penggugat. Tidak ada jual beli . Harganya jauh di bawah harga pasar, dikuasai oleh kita sampai sekarang, pembayaran PBB yang kita bayar, tidak ada serah terima
Sudah terjadi ebberap kali, Dibuktikan akta akta sebelumnya. Kalau sudah lunas ikatan jual beli, kuasa menjual dan pengosongan, dan dilakukan akta pembatalan," katanya.
Ini adalah hutang -piutan dan terjadi ekbaiasan itu puluhan kali. Kalau sudh sleesai dan dibayar, lalu diadnakan pembatalan akte dan dibeli kembali. Ini belum dilakukan, ketika akan kita bayar penghitungannya belum klop. Dan belum ada pembatalan,
Faktanya memang hutang piutangdan sudah menjdi kebiasan berpuluh puluh kali dan tidak membutuhkan saksi saksi. Ketika di pengadilan, ketika bantah harus ada saksi.
"Saksinya ada yakni notaris dan ada di pihak tergugat. (Keterangan notarsi) Sesuai kehendak mereka," cetusnya.
Nyatanya, lanjut harganya sangat rendah dengan harga yang sesungguhnya. Utangnya Rp 2,4 miliar dan harga sesunguhnya lebih dari Rp 50 miliar. Masak harga Rp 50 miliar, dijual segitu (Rp 2,4 miliar-red).
Sekalipun penasehat hukum (PH) Asoei, Tonic Tangkau menegaskan, alasannya hutang -piutang tetapi tidak ada buktinya .(ded)
0 komentar:
Posting Komentar